Teks Berjalan


HIDUP PENUH DENGAN PERJUANGAN <> ORANG-ORANG MENCARI UANG UNTUK KEBUTUHAN HIDUP <> YANG KITA CARI SEBENARNYA RIZKI DARI ALLAH BUKAN UANG <> ITULAH GUNANYA PERJUANGAN <> BERJUANG HIDUP UNTUK MENCARI RIDHO ALLAH <> MENCARI RIZKI DARI ALLAH <> MENCARI SESUATU YANG DI TAKDIRKAN OLEH ALLAH SWT... <> TERIMA KASIH <> eastpresmataram.blogspot.com

Sabtu, 29 Oktober 2011

Gus Mus: Kanjeng Nabi sangat Menghormati Tradisi

Dewasa ini, umat muslim Indonesia sering mengenakan pakaian gaya Arab; berjubah putih, berserban dan memelihara jenggot. Mereka menyangka, yang demikian merupakan salah satu itba’ terhadap Nabi Muhammad. Tapi, di sisi lain, prilaku mereka bertolak belakang dengan kesantunan nabi Muhammad.

Hal itu disampakan KH A Mustofa Bisri di pengajian rutin komunitas Mata Air, di Jl Mangunsarkoro, Mentang, Jakarta, Rabu (26/10) lalu. Pengajian yang berlangsung pukul 19.30 ini dihadiri 40 orang peserta. Hadir diantaranya Wakil Sekretaris PBNU, Imdadun Rahmat.

Mereka kira, pakaian yang mereka pakai itu pakaian Kanjeng Nabi. Padahal, jubah, serban, sekalian jenggotnya, itu bukan pakaian Kanjeng Nabi. Abu Jahal juga begitu, karena itu pakaian nasional,” ungkap kiai asal Rembang yang biasa dipanggil Gus Mus ini.

Wakil Rais Aam PBNU ini menegaskan bahwa Kanjeng Nabi sangat menghormati tradisi tempat tinggalnya. Buktinya ia memakai pakaian Arab. Tidak membikin pakaian sendiri karena mentang-mentang Rasulullah.

Seandainya, ini seandainya, kalau Rasulullah itu lahir di Texas, mungkin pake jeans,” ujar Kiai yang pelukis dan penyair ini, disambut tawa hadirin, “Makanya Gus Dur, saya, make pakaian “sini”; pake batik,” ujarnya sambil menunjuk baju yang dikenakannya: batik coklat motif bunga berbentuk limas berwarna hitam.

“Ini, itba’ kangjeng Nabi, ya begini ini, bukan pake serban, berjenggot. Itu itba’ Abu Jahal juga bisa. Tergantung mukanya,” tegasnya.

Gus Mus menegaskan, jadi, perbedaan antara Abu Jahal, Abu Lahab dengan Kanjeng Nabi adalah air mukanya. Kangjeng Nabi itu wajahnya tersenyum, Abu Jahal wajahnya sangar. Kalau ingin itba’ Kanjeng Nabi, pake serban pake jubah, wajah harus tersenyum.

Gus Mus lalu mengisahkan, pada zaman Nabi, kalau ada sahabatnya  yang sumpek, mempunyai beban, ketemu kanjeng Nabi, melihat wajahnya, hilang sumpeknya.

“Sekarang ini, nggak. Pakaiannya aja yang sama. Kita nggak sumpek, nggak apa, lihat wajahnya malah sumpek,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar